China Mulai Batasi AI di Skripsi, Layanan Abu-abu Bermunculan
Fenomena penggunaan AI dalam penulisan akademik memasuki babak baru di China. Dilansir dari IT Home, banyak universitas di negara tersebut kini menerapkan kebijakan ketat dengan membatasi proporsi konten AI-generated (dikenal sebagai “AI rate”) dalam skripsi mahasiswa. Batas yang diberlakukan cukup jelas: maksimal 20% untuk jurusan humaniora dan sosial, serta 15% untuk jurusan sains, teknik, dan kedokteran.
Namun, kebijakan ini justru memicu lahirnya industri baru yang tak kalah kontroversial. Di berbagai e-commerce dan media sosial China, marak layanan “penurun AI rate” yang menawarkan jasa revisi skripsi agar lolos deteksi AI. Iklan seperti “turun dari 86% ke 12% hanya dengan 3 yuan” bertebaran, bahkan beberapa layanan mengklaim bisa menyulap skripsi AI menjadi 100% manual dengan harga terjangkau.
Mahasiswa Jadi Korban, Layanan Penuh Tipu-tipu
Sayangnya, kenyataan tak seindah iklan. Investigasi media mengungkap banyak mahasiswa yang merasa dirugikan oleh layanan semacam ini. Beberapa keluhan umum termasuk:
- Harga yang tiba-tiba naik sepihak.
- Revisi skripsi yang justru membuat kalimat tak nyambung.
- Layanan yang mengaku “manual” tapi tetap pakai AI.
- Ancaman dari penjual jika diminta refund, seperti menyebarkan skripsi ke publik atau melaporkan ke kampus.
Fenomena ini menunjukkan betapa rentannya mahasiswa di bawah tekanan kelulusan, apalagi jika belum dibekali literasi digital yang cukup.
Apakah Indonesia Bisa Mengalami Hal Serupa?
Dengan makin masifnya penggunaan ChatGPT dan AI writing tools di Indonesia, bukan tak mungkin skenario serupa akan terjadi. Saat ini, beberapa kampus Indonesia mulai mendiskusikan regulasi soal etika penggunaan AI, tapi belum banyak yang menerapkan deteksi AI rate dalam skripsi secara resmi.
“Kalau ke depan kampus Indonesia mulai menerapkan pemeriksaan AI content, pasti akan muncul juga layanan ‘joki AI rate’ lokal. Polanya akan sama kayak joki tugas atau joki skripsi,” ujar Denny, seorang dosen IT di Jakarta.
Baca juga: BigBox AI Solusi Perkuat Kepatuhan Industri Keuangan
Literasi AI dan Etika Akademik Jadi Kunci
Solusi jangka panjang dari masalah ini bukan hanya dengan larangan, tapi juga pendidikan. Mahasiswa harus diberi pemahaman soal batasan etis penggunaan AI dalam penulisan ilmiah. Di sisi lain, kampus perlu transparan dalam aturan, serta menyediakan tools resmi untuk mendeteksi dan mengedukasi, bukan sekadar menghukum.
Karena pada akhirnya, AI bukan untuk ditakuti—melainkan untuk digunakan secara bijak. Tapi jika aturan tak jelas dan tekanan akademik terus meningkat, maka praktik-praktik seperti di China bisa saja merambah ke Indonesia.
Leave a Comment